This is Our Story
“Tok . .tok . .tok” suara ketukan pintu yang sangat kencang membuat bapak dosen yang lagi menjelasakan dengan semangat’45 menjadi kaget. “ Udah tau telat, bikin kaget saja kamu” , “Maaf pak, tadi jalanan macet”. Kali ini Kinaya terpaksa duduk di depan gara-gara macet yang membuatnya terlambat dan dia harus merelakan diberikan ceramah oleh dosen karena kesalahannya sendiri. Kinaya Cuma tertunduk, menahan malu ditegur didepan semua teman2nya dan beharap hari ini tetap ada kebahagiaan lainya. “Stt. . . kok bisa telat”, Ray mencolek bahunya. Tapi kinaya tidak menjawab mendadak ia menjadi badmood hanya mengumpat dalam hati atas kejadian pagi ini.
***
Kinaya menatap artikel-artikel dan pengumuman yang diletakkan amburadul di mading kampus. Dia enggan untuk meninggalakn kampus meskipun kelas berikutnya masih 2 jam lagi. Kinaya saat ini tercatat sebagai mahasiswi semester 6 di Universita Harapan Bangsa tak terasa sebentar lagi ia akan menyelesaikan studynya dikampus. Ketika ia sedang membaca mading, mata Kinaya tertuju pada Ray temen sekelasnya yang kayaknya lagi bersama seorang cewek yang tidak lain adalah mantan pacarnya, Bunga. Bunga terlihat merengek-rengek pada Ray. Namun Ray tidak mengubrisnya dia hanya terdiam dan melangkah pergi meninggalkan Bunga. Kinaya pun mendekati Bunga yang kelihatan begitu sedih, “Bunga, kamu kenapa”, kata Kinaya. “ Aku masih sayang banget sama Ray, aku gak terima dia mutusin aku. Dia gak berhak gituin aku. Kinaya tidak membalas dia hanya merangkul bunga, Kinaya tidak mau terlibat terlalu jauh ama masalah temennya itu. “Ya udah, Bunga aku duluan ya” , Kinaya beranjak dari tempat duduknya. Bunga hanya menganguk. Kinaya menyusuri koridor kampus, awalnya ia ingin ke perpustakaan aja, namun tiba-tiba ia bertemu dengan Ray. “ Hei !”, Ray menyentuh pundaknya. “Hei, Ray, mau kemana ?” , “Gak tau mau kemana, kuliah selanjutnya masih lama. Kamu mau ke perpus ?” “Iya. Eh si bunga kenapa ? dia keliatan sedih banget tadi aku lihat”, kata Kinaya ingin tahu. Ray tidak segera menjawab dia malah duduk dibangku yang disediakan sepanjang koridor. “ Yaa, aku gak bermaksud campur tangan sih, cuma kasihan aja liat si Bunga tadi”, kata kinaya asal. “ Gak apa-apa biasalah dia pengen balikan lagi sama aku, tapi aku rasa dia gak cukup baik untuk aku. “Oh. . .”, ucap kinaya menghindari dirinya bertanya lebih lanjut, takut Ray malah jadi kesel. “Kamu udah ngerjain tugas gak ? Ke perpus yuk cari referensi”, Kinaya mencoba mengalihkan topik. “ Tugas ? Emang ada ? Waduh aku gak tau nih, yuk kita kerjain bareng”, sepertinya Ray kembali bersemangat. Mereka berdua pun berjalan menuju perpustakaan, tanpa sadar ada sosok yang menatap mereka dengan penuh rasa kebencian.