Senin, 19 November 2012

2nd Short Story - Alunan Cintaku


Alunan Cintaku


Bahagiaku disaat kubisa selalu bersamamu
Bahagiaku disaat kau selalu ada untukku
Bahagiaku disaat melihatmu tersenyum
Bahagiaku disaat bisa memberikan yang terbaik untukmu

Stevan, adalah sosok yang membuatku merasa sangat bahagia hidup didunia ini. Dia selalu punya cara untuk membahagiakan aku, membuat aku tersenyum saatku gundah, selalu memberikan aku semangat saat aku mulai putus asa. Aku bertemu dengannya sejak mulai masuk di universitas, tapi aku mulai dekat semenjak 10 bulan yang lalu saat stevan pindah ke kelasku. Stevan orang yang baik, sedikit cuek, namun dia sangat romantis. Tidak terasa sudah 9 bulan kami pacaran, banyak hal yang kami lewati bersama. Hubungan kami berjalan mulus-mulus saja, bisa dikatakan kami nyaris tidak pernah punya masalah. Dan hal ini yang membuat aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena Dia mau memberikan aku kesempatan untuk bersama dengan stevan.

Hari ini sama saja dengan hari-hari yang lalu dimana aktivitas kuliah harus tetap berjalan, meskipun sedikit malas namun berkat kehadiran stevan bisa membuat aku semangat kembali. Aku melirik jam tanganku waktu sudah menunjukkan pukul 10 tepat namun stevan belum muncul juga. Padahal kelas akan mulai 10 menit lagi. Stevan lalu muncul dari tempat parkiran sambil melambaikan tangannya padaku, disertai dengan senyum khasnya yang buat aku selalu merindukannya. “Stevan, kebiasaan deh suka terlambat, gimana mau sukses coba”,  aku sengaja memasang wajah cemberut. “Haha ya maaf”, katanya sambil mengacak-acak rambutku. Kami pun langsung berjalan menuju kelas sambil bercerita mengenai weekend kami masing-masing. Saat sampai dikelas ternyata dosen sudah masuk dari tadi, terpaksa kami harus duduk dibelakang. Stevan cuma tertawa melihat mukaku yang begitu kesal karena harus duduk dibelakang. Mata kuliah hari ini berhasil buat aku ngantuk, apalagi hujan turun dengan derasnya semakin memaksa aku untuk tidur saja. Kurasakan ada tangan yang menggengam tanganku dengan lembut seakan menyuruhku untuk tetap fokus. Awalnya aku pikir itu dosen, saat aku buka mata ternyata stevan. “ Sorry stev”, ucapku masih mengantuk. Dia tersenyum padaku. Hmm senyuman itu, aku ingin selalu senyuman itu. Entah bagaimana kalau aku tidak bisa melihat senyuman itu lagi.

Mata kuliah selanjutnya, masih sekitar 2 jam lagi. daripada tidur dikelas, aku mengajak stevan untuk jalan-jalan sebentar, dia pun menyanggupinya. Kami memutuskan untuk pergi ke toko buku, selanjutnya makan siang di cafe favorit kami berdua. Saat kami lagi berduaan, aku sangat senang memperhatikan wajah stevan yang begitu teduh. Kadang stevan bingung dengan tingkahku. “Jeny, ngapain sih kamu lihatin wajahku muluh, gak bosan apa ?”, kata stevan sambil nyeruput kopi panasnya. Aku hanya tersenyum, dalam hati aku berkata, “Iya stevan, aku gak pernah bosan dan gak akan pernah bosan pandangin muka kamu terus, dengan melihatmu saja aku menjadi sangat bahagia”. Stevan memang sangat ganteng. Parasnya jadi incaran semua cewek-cewek dikampus. Sampai – sampai ada 1 cewek dari kelas sebelah namanya Raisa, yang begitu terobsesi dengan Stevan sampai dengan sekarang. Tapi aku salut dengan Stevan meskipun dia punya wajah yang sangak OK, tapi dia tidak pernah menjadikan hal itu kesempatan untuk main mata dengan semua gadis yang suka padanya. Aku tahu dia tipe orang yang setia, dan tahu bagaimana menjaga perasaan seseorang yang dia sayang.

Aku dan stevan punya satu tempat favorit juga selain cafe. Tempatnya di bukit. Dari situ kami berdua bisa melihat keindahan kota. Apalagi saat malam hari, kota begitu indah dengan cahaya lampu-lampu. Moment valentine, hari ulang tahunku dan hari ulang tahun Stevan kami lewati berdua ditempat itu. Ataupun saat aku lagi kesal aku biasanya lari ketempat itu. Entah kenapa bukit selalu menjadi tempat yang teduh saat aku sedih. Sungguh karya Tuhan yang begitu luar biasa.

Weekend kali ini aku lewati sendiri karena Stevan harus keluar kota untuk menjenguk kakeknya yang sakit. Weekend yang panjang menurutku, ingin rasanya cepat-cepat hari senin saja. Tanpa kehadiran stevan memang selalu ada yang kurang dan sepi. “Jen, kamu sekarang lagi dimana ?,” suara stevan terdengar dari ujung telfon. “Aku lagi dibukit sendiri. Aku kangen kamu stev,” ujarku dengan suara parau berharap stevan mengurungkan niatnya untuk pergi namun tidak berhasil. “Aku juga Jen, kamu sabar yaa, kan senin bisa ketemu lagi,” stevan mencoba menghiburku. “Iya, have a nice weekend dear, salam untuk kakek ya semoga cepat sembuh,” “Nah gitu dong, aku kan jadi tenang jalannya, see you on Monday dear, I Love you” , “ I love you, too”, aku pun menutup telfonnya. Stevan, cepat balik dong aku kangen tahu. Arggh pisah sebentar aja dengn orang yang disayang bikin aku galau tingkat dewa.

Senin, yang harusnya menjadi hari bahagia karena bisa bertemu lagi dengan Stevan malah jadi hari yang terburuk buatku. Aku mendapat kejutan yang tidak menyenangkan dari Raisa. Saat aku sampai didepan pintu kelas kulihat Raisa lagi narik – narik stevan entah apa maksudnya. “Raisa, apa-apaan sih ? lepasin gak ?, “ stevan berusaha untuk melepas tangan Raisa. “Gak mau, kamu kan pacar aku,” ucap Raisa dengan nada memaksa. Aku yang melihat kejadian itu hanya diam, sampai mereka berdua menyadari akan kehadiranku. “Eh, Jeny lu tuh gak pantes buat pangeran kayak stevan, lu itu cuma sampah, gak sebanding lah sama stevan. Yang cocok buat stev itu cuma gue dan hanya gue ngerti lu,” Raisa membentakku dan masih terus bergelayutan di lengan stevan. “ Apa maksud kamu Raisa ?” aku tidak mengerti akan situasi ini, yang aku tahu hatiku sakit. “Yaelah Jeny, Jeny gak usah mimpi lu mau selamanya bareng Stevan, pacar Stevan itu gue bukan lu”. Aku tidak menengar lagi ucapan-ucapan kasar Raisa kepadaku, dadaku sesak aku tidak bisa menahan air mataku lagi. Kulihat Stevan gak bisa berbuat apa-apa. Aku akhirnya pergi meninggalkan mereka dengan air mata yang terus mengalir. Aku tak memperdulikan Stevan yang memanggil-manggil namaku. Aku hanya begitu sedih.

Tidak terasa aku sudah jauh berlari entah dimana sekarang aku berada. Aku berusaha menghindari jalan raya agar Stevan tidak bisa melihatku saat dia mencari keberadaanku. Pikiranku kalut, bukan karena cacian Raisa, aku hanya takut membayangkan kalau seandainya Stevan begitu tega meninggalkan aku hanya karena ucapan Raisa. Aku letih sekali, badanku terasa tidak memiliki tenaga lagi, sampai akhirnya aku tertidur di sebuah gazebo depan galeri lukisan.

Ketika aku terbangun, kulihat tidak ada siapa-siapa disampingku. Aku menjadi semakin sedih. Tapi aku baru tersadar ternyata galeri lukisan itu dekat dengan bukit yang biasa kudatangi dengan stevan. Hatiku betul-betul membawaku ketempat yang sangat kubutuhkan saat ini. Dengan tertatih-tatih aku berjalan menuju bukit. Sepanjang jalan aku tidak henti-hentinya menangis, ini adalah kali pertama ada masalah berat yang menghampiri hubungan kami. Aku pikir aku bisa mengatasinya sendiri tapi aku tidak bisa. Aku berteriak sekencang-kencangnya saat aku sudah sapai dibukit. Biar saja toh tidak akan ada orang yang peduli. Dadaku masih terasa sesak. Aku tidak punya tenaga lagi untuk berteriak. Aku berdoa dalam hati berharap Tuhan akan membantuku, aku tahu Tuhan tidak pernah meninggalkan aku, meskipun itu saat yang paling susah dalam hidupku. Aku hanya berharap pada Tuhan, agar aku bisa diberi kesempatan untuk bersama dengan Stevan lebih lama lagi, kalaupun tidak bisa aku hanya berharap Tuhan bisa mengangkatku dari rasa sakit ini.

I was lost there was no way that I could be what you want. And no way, that I give you my all . . . kudengar sayup-sayup ada seseorang yang menyanyikan lagu favoritku August – After the Rain. Aku pikir aku salah dengar ternyata memang benar itu suara stevan, dia sudah berada dibelakangku. “Jeny, maafin aku. Aku gak bermaksud buat kamu nangis dan sedih seperti ini, aku hanya gak nyangka Raisa bakal lakuin hal itu. Tapi jujur Jen, aku gak ada apa-apa dengan Raisa. Kamu tahu itu kan. Jeny, maafin aku,” kata stevan dengan penuh harap. Aku gak bisa menahan air mataku. “ Jeny, aku tahu ini cobaan berat yang pertama untuk hubungan kita, namun aku mau kita berdua belajar bahwa jika kita tidak pernah merasakan cobaan itu, kita gak akan pernah tahu seberapa kuat cinta kita berdua”, stevan mendekatiku. Mendengar ucapan Stevan, aku menyesal telah bersikap kekanak-kanakan. Aku merasa sangat bersalah kepada stevan. “Stevan, maafin aku. Aku hanya begitu sedih jika suatu saat kamu pergi dari aku. Aku sayang kamu stev,” aku memeluk stevan. Kehadiran Stevan saat ini menjadi kekuatan tersendiri bagiku. Dekat dengannya aku merasa aman dan bahagia. Dari kejadian ini, aku merasa cinta kami akan semakin kuat, tidak akan mudah gentar lagi akan apapun. “Jeny, aku lebih menyayangimu. I wish you always here with me,” ucap stevan dengan penuh haru. Bukit pada sore itu menjadi saksi, akan perjalanan cinta kami. Aku berjanji pada diriku sendiri, untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa untuk stevan karena aku tahu stevan tak akan pernah mengecewakan aku . Stevan, thank you dear.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar