Alunan Cintaku
Bahagiaku disaat kubisa selalu bersamamu
Bahagiaku disaat kau selalu ada untukku
Bahagiaku disaat melihatmu tersenyum
Bahagiaku disaat bisa memberikan yang terbaik untukmu
Stevan, adalah sosok yang membuatku merasa sangat bahagia hidup
didunia ini. Dia selalu punya cara untuk membahagiakan aku, membuat aku
tersenyum saatku gundah, selalu memberikan aku semangat saat aku mulai putus
asa. Aku bertemu dengannya sejak mulai masuk di universitas, tapi aku mulai
dekat semenjak 10 bulan yang lalu saat stevan pindah ke kelasku. Stevan orang
yang baik, sedikit cuek, namun dia sangat romantis. Tidak terasa sudah 9 bulan
kami pacaran, banyak hal yang kami lewati bersama. Hubungan kami berjalan
mulus-mulus saja, bisa dikatakan kami nyaris tidak pernah punya masalah. Dan hal
ini yang membuat aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena Dia mau memberikan
aku kesempatan untuk bersama dengan stevan.
Hari ini sama saja dengan hari-hari yang lalu dimana aktivitas
kuliah harus tetap berjalan, meskipun sedikit malas namun berkat kehadiran
stevan bisa membuat aku semangat kembali. Aku melirik jam tanganku waktu sudah
menunjukkan pukul 10 tepat namun stevan belum muncul juga. Padahal kelas akan
mulai 10 menit lagi. Stevan lalu muncul dari tempat parkiran sambil melambaikan
tangannya padaku, disertai dengan senyum khasnya yang buat aku selalu
merindukannya. “Stevan, kebiasaan deh suka terlambat, gimana mau sukses coba”, aku sengaja memasang wajah cemberut. “Haha ya
maaf”, katanya sambil mengacak-acak rambutku. Kami pun langsung berjalan menuju
kelas sambil bercerita mengenai weekend kami masing-masing. Saat sampai dikelas
ternyata dosen sudah masuk dari tadi, terpaksa kami harus duduk dibelakang. Stevan
cuma tertawa melihat mukaku yang begitu kesal karena harus duduk dibelakang. Mata
kuliah hari ini berhasil buat aku ngantuk, apalagi hujan turun dengan derasnya
semakin memaksa aku untuk tidur saja. Kurasakan ada tangan yang menggengam
tanganku dengan lembut seakan menyuruhku untuk tetap fokus. Awalnya aku pikir
itu dosen, saat aku buka mata ternyata stevan. “ Sorry stev”, ucapku masih
mengantuk. Dia tersenyum padaku. Hmm senyuman itu, aku ingin selalu senyuman
itu. Entah bagaimana kalau aku tidak bisa melihat senyuman itu lagi.
Mata kuliah selanjutnya, masih sekitar 2 jam lagi. daripada
tidur dikelas, aku mengajak stevan untuk jalan-jalan sebentar, dia pun
menyanggupinya. Kami memutuskan untuk pergi ke toko buku, selanjutnya makan
siang di cafe favorit kami berdua. Saat kami lagi berduaan, aku sangat senang
memperhatikan wajah stevan yang begitu teduh. Kadang stevan bingung dengan
tingkahku. “Jeny, ngapain sih kamu lihatin wajahku muluh, gak bosan apa ?”,
kata stevan sambil nyeruput kopi panasnya. Aku hanya tersenyum, dalam hati aku
berkata, “Iya stevan, aku gak pernah bosan dan gak akan pernah bosan pandangin
muka kamu terus, dengan melihatmu saja aku menjadi sangat bahagia”. Stevan
memang sangat ganteng. Parasnya jadi incaran semua cewek-cewek dikampus. Sampai
– sampai ada 1 cewek dari kelas sebelah namanya Raisa, yang begitu terobsesi
dengan Stevan sampai dengan sekarang. Tapi aku salut dengan Stevan meskipun dia
punya wajah yang sangak OK, tapi dia tidak pernah menjadikan hal itu kesempatan
untuk main mata dengan semua gadis yang suka padanya. Aku tahu dia tipe orang
yang setia, dan tahu bagaimana menjaga perasaan seseorang yang dia sayang.
Aku dan stevan punya satu tempat favorit juga selain cafe.
Tempatnya di bukit. Dari situ kami berdua bisa melihat keindahan kota. Apalagi saat
malam hari, kota begitu indah dengan cahaya lampu-lampu. Moment valentine, hari
ulang tahunku dan hari ulang tahun Stevan kami lewati berdua ditempat itu. Ataupun
saat aku lagi kesal aku biasanya lari ketempat itu. Entah kenapa bukit selalu
menjadi tempat yang teduh saat aku sedih. Sungguh karya Tuhan yang begitu luar
biasa.
Weekend kali ini aku lewati sendiri karena Stevan harus keluar
kota untuk menjenguk kakeknya yang sakit. Weekend yang panjang menurutku, ingin
rasanya cepat-cepat hari senin saja. Tanpa kehadiran stevan memang selalu ada
yang kurang dan sepi. “Jen, kamu sekarang lagi dimana ?,” suara stevan
terdengar dari ujung telfon. “Aku lagi dibukit sendiri. Aku kangen kamu stev,”
ujarku dengan suara parau berharap stevan mengurungkan niatnya untuk pergi
namun tidak berhasil. “Aku juga Jen, kamu sabar yaa, kan senin bisa ketemu
lagi,” stevan mencoba menghiburku. “Iya, have a nice weekend dear, salam untuk
kakek ya semoga cepat sembuh,” “Nah gitu dong, aku kan jadi tenang jalannya,
see you on Monday dear, I Love you” , “ I love you, too”, aku pun menutup
telfonnya. Stevan, cepat balik dong aku kangen tahu. Arggh pisah sebentar aja
dengn orang yang disayang bikin aku galau tingkat dewa.
Senin, yang harusnya menjadi hari bahagia karena bisa
bertemu lagi dengan Stevan malah jadi hari yang terburuk buatku. Aku mendapat
kejutan yang tidak menyenangkan dari Raisa. Saat aku sampai didepan pintu kelas
kulihat Raisa lagi narik – narik stevan entah apa maksudnya. “Raisa, apa-apaan
sih ? lepasin gak ?, “ stevan berusaha untuk melepas tangan Raisa. “Gak mau,
kamu kan pacar aku,” ucap Raisa dengan nada memaksa. Aku yang melihat kejadian
itu hanya diam, sampai mereka berdua menyadari akan kehadiranku. “Eh, Jeny lu
tuh gak pantes buat pangeran kayak stevan, lu itu cuma sampah, gak sebanding
lah sama stevan. Yang cocok buat stev itu cuma gue dan hanya gue ngerti lu,”
Raisa membentakku dan masih terus bergelayutan di lengan stevan. “ Apa maksud
kamu Raisa ?” aku tidak mengerti akan situasi ini, yang aku tahu hatiku sakit. “Yaelah
Jeny, Jeny gak usah mimpi lu mau selamanya bareng Stevan, pacar Stevan itu gue
bukan lu”. Aku tidak menengar lagi ucapan-ucapan kasar Raisa kepadaku, dadaku
sesak aku tidak bisa menahan air mataku lagi. Kulihat Stevan gak bisa berbuat
apa-apa. Aku akhirnya pergi meninggalkan mereka dengan air mata yang terus
mengalir. Aku tak memperdulikan Stevan yang memanggil-manggil namaku. Aku hanya
begitu sedih.
Tidak terasa aku sudah jauh berlari entah dimana sekarang
aku berada. Aku berusaha menghindari jalan raya agar Stevan tidak bisa
melihatku saat dia mencari keberadaanku. Pikiranku kalut, bukan karena cacian
Raisa, aku hanya takut membayangkan kalau seandainya Stevan begitu tega
meninggalkan aku hanya karena ucapan Raisa. Aku letih sekali, badanku terasa
tidak memiliki tenaga lagi, sampai akhirnya aku tertidur di sebuah gazebo depan
galeri lukisan.
Ketika aku terbangun, kulihat tidak ada siapa-siapa
disampingku. Aku menjadi semakin sedih. Tapi aku baru tersadar ternyata galeri
lukisan itu dekat dengan bukit yang biasa kudatangi dengan stevan. Hatiku betul-betul
membawaku ketempat yang sangat kubutuhkan saat ini. Dengan tertatih-tatih aku
berjalan menuju bukit. Sepanjang jalan aku tidak henti-hentinya menangis, ini
adalah kali pertama ada masalah berat yang menghampiri hubungan kami. Aku pikir
aku bisa mengatasinya sendiri tapi aku tidak bisa. Aku berteriak
sekencang-kencangnya saat aku sudah sapai dibukit. Biar saja toh tidak akan ada
orang yang peduli. Dadaku masih terasa sesak. Aku tidak punya tenaga lagi untuk
berteriak. Aku berdoa dalam hati berharap Tuhan akan membantuku, aku tahu Tuhan
tidak pernah meninggalkan aku, meskipun itu saat yang paling susah dalam
hidupku. Aku hanya berharap pada Tuhan, agar aku bisa diberi kesempatan untuk
bersama dengan Stevan lebih lama lagi, kalaupun tidak bisa aku hanya berharap
Tuhan bisa mengangkatku dari rasa sakit ini.
I was lost there was no way that
I could be what you want. And no way, that I give you my all . . . kudengar
sayup-sayup ada seseorang yang menyanyikan lagu favoritku August – After the Rain.
Aku pikir aku salah dengar ternyata memang benar itu suara stevan, dia sudah
berada dibelakangku. “Jeny, maafin aku. Aku gak bermaksud buat kamu nangis dan
sedih seperti ini, aku hanya gak nyangka Raisa bakal lakuin hal itu. Tapi jujur
Jen, aku gak ada apa-apa dengan Raisa. Kamu tahu itu kan. Jeny, maafin aku,”
kata stevan dengan penuh harap. Aku gak bisa menahan air mataku. “ Jeny, aku
tahu ini cobaan berat yang pertama untuk hubungan kita, namun aku mau kita
berdua belajar bahwa jika kita tidak pernah merasakan cobaan itu, kita gak akan
pernah tahu seberapa kuat cinta kita berdua”, stevan mendekatiku. Mendengar
ucapan Stevan, aku menyesal telah bersikap kekanak-kanakan. Aku merasa sangat
bersalah kepada stevan. “Stevan, maafin aku. Aku hanya begitu sedih jika suatu
saat kamu pergi dari aku. Aku sayang kamu stev,” aku memeluk stevan. Kehadiran Stevan
saat ini menjadi kekuatan tersendiri bagiku. Dekat dengannya aku merasa aman
dan bahagia. Dari kejadian ini, aku merasa cinta kami akan semakin kuat, tidak
akan mudah gentar lagi akan apapun. “Jeny, aku lebih menyayangimu. I wish you
always here with me,” ucap stevan dengan penuh haru. Bukit pada sore itu
menjadi saksi, akan perjalanan cinta kami. Aku berjanji pada diriku sendiri,
untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa untuk stevan karena aku tahu stevan tak
akan pernah mengecewakan aku . Stevan, thank you dear.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar